Sunday 18 December 2011

Betapa Sedihnya

Hari ini saya mendapatkan kabar dari anak rantau.
Kabar gembira menurut seorang anak rantau,
dimana Orang yang sangat dia pengin bertemu akhirnya datang ke kota rantauannya.

Tetapi apa yang terjadi?
Ketika anak rantau itu menelpon beliau, ternyata yang angkat telp adalah istri beliau. Dan
anak rantau berkata :"Buk, ntar saya kerumah ya?"
Istri Beliau menjawab : "Oh, ga bisa nak. Ibuk ada urusan mau ke rumah Tante"

wah betapa sedih saya melihat kejadian seperti itu, betapa anak rantau itu mengharapkan ketemu dengan beliau akhirnya di tolak mentah2 wah sedih-sedih-sedih.

Friday 16 December 2011

Kegagalan Total

Setelah sekian lama ku jalani hidupku ini,
benar-benar mengejutkan aku.
Didunia ini memang ada orang yang demi KEKAYAAN, hatinya terjebak dalam KEGELAPAN.
Dia bisa demi kekayaan melakukan hal yang menentang hati nurani, OH Tuhan saya Kasihan sekali Melihat beliau.
Hanya dengan kekayaan di bisa melakukan hal tersebut, Tuhan tolong sadari beliau bahwa hal itu adalah hal yang sangat merugikan.

Tetapi dia beranggap bahwa dia telah menang, oh sayang sekali pandangannya salah.
Dia bukannya menang tetapi dia telah kalah, kalah total, kalah dengan hilang hati nuraninya, hilang kepercayaan anak terhadap dia dan mendapatkan hinaan dari masyarakat-masyarakat. Oh saya sangat kasihan melihat dia, tapi hanya bisa mendoakan bahwa dia bisa sadar. Orang seperti beliau adalah orang yang sangat tidak berguna bagi dunia ini, sampah dunia.

semoga orang yang membaca artikel ini memberikan saran dan kritikan terhadap orang itu terimakasih

Tuesday 6 December 2011

hati yang tidak menetap

hari ini semua aktifitas dari pagi lancar banget,
setelah tiba siang saya telpon kembali kerumah.
wah ternyata Ayah ku sakit, saya risau banget ga tau mau buat apa.

ya Tuhan semoga Ayah ku cepat sembuh,
risau benar aku yang jauh dari sisinya.

Saturday 3 December 2011

Lima Kelompok Kemelekatan (Panca Khanda)

Suatu perasaan bahagia, suatu keadaan bahagia dalam kehidupan adalah tidak kekal. Cepat atau lambat hal ini akan berubah, dan perubahan ini akan menimbulkan kesedihan,derita dan ketidakbahagiaan. Semua ini dapat digolongkan dalam “Dukkha sebagai akibat dari perubahan-perubahan.(viparinama-dukkha).

Mudah sekali untuk dapat mengerti akan kedua segi dukkha yang disebut diatas. Tidak seorangpun dapat menyangkalnya. Kedua segi ini memang merupakan gambaran umum tentang penghidupan kita sehari-hari.

Tetapi, segi ketiga dari dukkha sebagai akibat dari keadaan yang berkondisi merupakan segi yang paling penting dari Kebenaran Mulia Pertama ini dan memerlukan pembahasan secara analitis tentang apa yang kita anggap sebagai "mahluk", sebagai "orang" atau sebagai " aku " itu.


Sang Buddha pernah bersabda sbb:
"Dengan singkat dapat dikatakan bahwa Lima Kelompok Kemelekatan ini adalah dukkha".

Pada Kesempatan lain Beliau dengan tegas menyatakan bahwa dukkha ialah Lima Kelompok Kemelekatan.
O Bhikkhu, apakah dukkha itu ? Harus diketahui bahwa Lima Kelompok Kemelekatan itu adalah dukkha.


Kita harus mengerti dengan jelas bahwa dukkha dan Lima Kelompok Kemelekatan bukanlah dua hal yang berbeda; Lima Kelompok Kemelekatan itu sendiri adalah dukkha. Kita akan lebih mengerti persoalan ini apabila kita sudah menelaah lebih lanjut Lima Kelompok Kemelekatan tsb. yang merupakan unsur-unsur dari apa yang kita namakan Makhluk.

Menurut pandangan Buddhis, apa yang kita anggap sebagai makhluk, orang atau Aku, hanyalah merupakan gabungan dari kekuatan atau energi phisik dan mental, yang selalu dalam keadaan bergerak dan berubah , yang terdiri dari Lima Unsur/kelompok kemelekatan ( Panca Khanda ) penyusun kehidupan, yaitu :

1. Kelompok Jasmani ( Rupa Khanda )
Terdiri dari : Unsur padat, cair, panas dan udara. Keempat unsur ini dapat dihubungkan dengan Panca Indera kita seperti mata, hidung, telinga, lidah dan tubuh.

Obyek sasarannya adalah : bentuk benda yang terlihat dan dapat disentuh, suara, bebauan, rasa yang melalui lidah, termasuk juga gagasan dan konsepsi yang berada dalam pikiran. Jadi kelompok Jasmani mencakup semua bentuk-bentuk secara keseluruhan, baik yang berada didalam tubuh kita maupun yang menjadi obyek sasarannya.

2. Kelompok Perasaaan ( Vedana Khanda )
mengapa orang mengatakan “ Perasaan? Itu dirasakan, maka disebut perasaan. Dirasakan sebagai apa ? Sebagai kesenangan, sebagai kesakitan, atau netral.
(Samyutta Nikaya 20:79; cf Majjhima Nikaya 43)

Apapun yang dirasakan sebagai kesenangan dan membahagiakan, baik secara jasmani maupun secara rohani disebut perasaan yang menyenangkan. Jika dirasakan sebagai kesakitan dan melukai disebut perasaaan yang menyakitkan. Jika dirasakan sebagai perasaaan netral disebut perasaan netral. Dari segi nyata, perasaan yang menyenangkan adalah menyenangkan, sedangkan dari segi perubahan adalah menyakitkan. Dari segi nyatanya, perasaaan yang menyakitkan adalah menyakitkan, sedangkan dari segi perubahan adalah menyenangkan, sedangkan dari segi kekurangan pengetahuan adalah menyakitkan.
(Majjhima Nikaya 44).


Semua perasaan seperti perasaan bahagia, sedih dan perasaan netral yang timbul karena adanya kontak dari indera kita terhadap dunia luar, yaitu ;

a). Perasaan yang timbul melalui mata terhadap bentuk-bentuk yang terlihat.
b). Perasaan yang timbul melalui telinga terhadap suara yang didengar.
c). Perasaan yang timbul melalui hidung terhadap bebauan yang dicium.
d). Perasaan yang timbul melalui lidah terhadap rasa yang dikecap.
e). Perasaan yang timbul melalui tubuh terhadap sentuhan- sentuhan.
f). Perasaan yang timbul melalui pikiran terhadap gagasan dan konsepsi.

3. Kelompok Pencerapan ( Sanna Khanda )
Yang dimaksud dengan pencerapan adalah Perekaman, yaitu ; segala sesuatu yang kita alami melalui indera-indera kita akan dicerap atau direkam.

Sebagaimana halnya perasaan, pencerapan inipun terdiri dari enam jenis yang berhubungan dengan keenam indera kita tersebut diatas, dengan obyek sasaran masing-masing. Pencerapan ini juga tercipta oleh karena indera kita mengadakan kontak dengan dunia luar. Pencerapan inilah yang mengenali obyek, baik yang merupakan obyek fisik maupun obyek mental.

4. Kelompok Bentuk Pikiran ( Sankhara Khanda )
Semua perbuatan, baik, buruk ataupun netral yang kita lakukan, yang didahului oleh kehendak (bentukan mental atau kegiatan mental ) termasuk dalam kelompok pikiran ini.Kehendak inipun berhubungan dengan keenam indera kita, dengan obyek sasaran masing-masing seperti tersebut diatas.

Perasaan dan Pencerapan bukan merupakan perbuatan kehendak, hal ini tak akan menimbulkan buah Karma ( Kamma ).

Sang Buddha bersabda :
Aku katakan, Kehendak adalah Kamma,karena didahului oleh kehendak, seseorang lalu bertindak dengan jasmani, ucapan dan pikiran.
( Anguttara Nikaya III : 415)

Hanya perbuatan yang didasari oleh Kehendak-lah yang dapat menimbulkan buah Karma,misalnya : Perhatian, keinginan untuk berbuat, ketetapan hati, keyakinan, meditasi, kebijaksanaan, semangat untuk berbuat sesuatu, hawa nafsu, kebencian, dendam, kebodohan, kesombongan, cinta kasih, kasih sayang dsb. terdapat 52 kegiatan mental ( cetasika ) yang dapat digolongkan dalam bentuk-bentuk pikiran.

Pikiran( manas), bukanlah jiwa.
Pikiran sebenarnya juga sebuah indera sebagaimana halnya indera-indera kita yang lain yang dapat dikontrol dan dikembangkan. Sang Buddha sering berbicara mengenai faedah mengontrol dan mengembangkan keenam indera kita ini. Perbedaan antara indera mata dan indera pikiran ialah bahwa mata berhubungan dengan warna dan benda yang tampak, sedangkan pikiran berhubungan dengan alam pikiran, gagasan serta obyek mental. Dengan lima indera fisik, kita hanya dapat mengetahui bentuk-bentuk yang terlihat, suara, bebauan, rasa yang melalui lidah dan benda-benda yang dapat disentuh. Gagasan-gagasan dan konsepsi tidak dapat kita ketahui melalui perantara panca-indera, namun mereka dapat diketahui melalui indera keenam yaitu pikiran.

Akan tetapi perlu disadari bahwa pikiran dan gagasan-gagasan ini selalu tergantung kepada dan timbul karena pengalaman-pengalaman lima indera fisik yang lainnya. Seperti halnya seseorang yang buta sejak lahir, ia tidak mempunyai ide(gambaran) tentang warna, kecuali melalui perbandingan dari suara atau hal-hal lain yang ia pernah alami dengan inderanya yang lain.

5. Kelompok Kesadaran ( Vinnana Khanda )
Pada dasarnya Kesadaran adalah reaksi atau respon dari salah satu indera kita terhadap obyek-obyek sasaran yg. bersangkutan. Kesadaran ini tidak dapat mengenal obyek. Kesadaran hanya berfungsi untuk menyadari adanya suatu obyek. Sebagai contoh : Kalau mata kita mendapat kontak dengan warna biru, maka kesadaran kita bangkit dan kita sadar tentang adanya warna, tetapi kita belum mengenalnya sebagai warna biru. Pencerapan-lah yang dapat mengenal warna itu sebagai warna biru.

Kesadaran mata hanya berfungsi untuk melihat benda, tetapi melihat belum berarti mengenalnya. Begitu pula halnya dengan kesadaran indera-indera yang lainnya.

Mengapa orang menyebut kesadaran ?, Ia menyadari maka disebut kesadaran. Menyadari apa ? Ia menyadari misalnya : Rasa asam, rasa pahit, pedas, manis, basa, bukan basa, asin dan tidak asin.
( Samyutta Nikaya 22 : 70 )

Kesadaran itu menyadari apa ? Ia mengenal, misalnya : ada kesenangan, ada kesedihan, bukan kesenangan atau bukan kesedihan.
( Majjhima Nikaya 43 : 140 )

Terdapat enam kelompok kesadaran : Kesadaran mata, kesadaran telinga, kesadaran hidung, kesadaran lidah, kesadaran badan, kesadaran pikiran.
( Samyutta Nikaya 22 : 56 ).

Kesadaran timbul sesudah keadaan yang mengakibatkannya. Bila kesadaran timbul karena mata dan bentuk-bentuk , ia disebut kesadaran mata..., karena telinga dan bunyi-bunyian, ia disebut kesadaran telinga,... karena hidung dan bau-bauan, ia disebut kesadaran hidung,... karena lidah dan sedap-sedapan, ia disebut kesadaran lidah,... karena badan dan sentuhan-sentuhan, ia disebut kesadaran badan,.. karena pikiran dan obyek-obyek pikiran, ia disebut kesadaran pikiran.
( Majjhima Nikaya 38 )

Perasaan, pencerapan dan kesadaran saling berhubungan, tidak terpisah dan adalah tak mungkin memisahkan antara satu sama lain agar dapat menjelaskan kemampuan-kemampuan mereka yang berbeda; karena apa yang orang rasakan, itulah yang diserap, dan apa yang orang serap, itulah dia kenal (sadari). Dengan kesadaran pikiran semata-mata, yang terlepas dari lima kemampuan indera, maka landasan luar yang terdiri dari ruang tidak terbatas dapat dikenal sebagai ruang yang tidak terbatas, Landasan luar yang terdiri atas kesadaran yang tak terbatas dapat dikenali sebagai˜ kesadaran yang tak terbatas dan landasan luar yang terdiri atas kekosongan dapat dikenal sebagai ˜ ketiadaan apa-apa sama sekali ˜; Ide yang dapat dipahami oleh mata pengertian.
( Majjhima Nikaya 43 ).

Timbulnya kesadaran tergantung pada dua hal : yaitu apa yang ada di dalam diri orang itu dan landasan luar untuk kontak.
( Samyutta Nikaya 35 : 93 ).

Setiap kesadaran yang bagaimanapun, baik di waktu yang lalu, yang akan datang, maupun yang sekarang, baik yang ada di dalam maupun di luar diri orang, kasar atau halus, diatas atau dibawah, jauh atau dekat, yang dipengaruhi oleh noda-noda dan dipancing oleh kemelekatan, disebut kelompok kesadaran yang dipengaruhi oleh kemelekatan.
( Samyutta Nikaya 22 : 48 )

Keinginan yang merupakan akar dari lima kelompok yang dipengaruhi kemelekatan... Empat unsur besar ( Tanah, air, api dan udara ) adalah sebab dan syarat untuk menjelaskan kelompok bentuk jasmani. ontak adalah untuk menjelaskan kelompok perasaan, pencerapan dan bentuk-bentuk pikiran. Nama dan rupa adalah untuk menjelaskan kelompok kesadaran.
(Majjhima Nikaya 109 )

Disini diingatkan sekali lagi, bahwa menurut Buddha Dhamma;Tidak ada sesuatu zat yang kekal abadi yang dapat dianggap sebagai "aku", "jiwa" atau "ego" sebagai lawan dari badan jasmani,dan kesadaran (vinnana) janganlah sekali-kali dianggap sebagai "jiwa" yang kekal abadi sebagai lawan dari badan jasmani.

Hal ini perlu ditekankan lagi secara khusus karena satu kesalahpahaman sejak zaman purba hingga kini masih saja berlangsung, yang menganggap kesadaran sebagai semacam "jiwa" dan "ego" yang bersifat kekal abadi.

Buddhagosa, seorang komentator terkenal, pernah menerangkan hal ini sebagai berikut : " api yang menyala dari kayu hanya menyala selama masih ada persediaan kayu dan padam kembali kalau persediaan kayu itu habis terbakar, karena kondisinya sudah berubah. Namun api itu tidak melompat ke jerami, dll.. dan menjadi api jerami dst.... Begitu juga dengan kesadaran yang timbul dengan adanya mata dan benda-benda yang terlihat; kesadaran ini berlangsung selama kondisi dari adanya sebuah mata, benda-benda yang terlihat, cuaca terang dan perhatian ini tidak melompat ketelinga, dll dan menjadi kesadaran telinga dst.

Sang Buddha selanjutnya menerangkan bahwa kesadaran memerlukan Tubuh jasmani, perasaan, pencerapan dan bentuk-bentuk pikiran, dan tidak dapat timbul tanpa adanya mereka itu.

Beliau berkata : "Kesadaran dapat berlangsung dengan mempunyai benda sebagai perantara (rupapayang), benda sebagai obyek (ruparammanang), benda sebagai pembantu (rupapatitthang) dan dalam mencari kesenangan ia tumbuh, bertambah dan berkembang; atau kesadaran dapat berlangsung dengan mempunyai perasaan sebagai perantara ....atau pencerapan sebagai perantara.... atau bentuk-bentuk pikiran sebagai perantara, bentuk-bentuk pikiran sebagai obyek, bentuk-bentuk pikiran sebagai pembantu dan dalam mencari kesenangan ia tumbuh, bertambah dan berkembang.

Andai kata ada orang yang berkata aku akan memperlihatkan kepadamu datangnya, jalannya, lenyapnya, timbulnya, bertambahnya atau berkembangnya kesadaran terlepas dari benda, perasaan, pencerapan dan bentuk-bentuk pikiran, maka orang itu telah berkata tentang sesuatu yang tidak ada".

Secara singkat inilah yang dimaksud dengan Lima Kelompok Kemelekatan (Panca-Khandha). Lalu, yang dinamakan makhluk, orang atau "aku" hanyalah merupakan sebuah nama atau sebuah sebutan belaka yang kita berikan kepada Lima Kelompok Kemelekatan tersebut.

Mereka semua tidak kekal dan selalu berubah-ubah. Segala sesuatu yang tidak kekal adalah dukkha (Yad aniccang tang dukkhang). Inilah makna sebenarnya dari kata-kata Sang Buddha "Secara singkat, Lima Kelompok Kemelekatan itu adalah dukkha". Mereka tidak pernah sama pada dua saat yang berlainan. Disini A tidak sama dengan A. Mereka merupakan proses terus menerus dari suatu keadaan yang setiap saat timbul dan lenyap kembali.

Sang Buddha pernah berkata kepada Ratthapala ;
"0 brahmana, kesadaran itu seperti juga sebuah sungai di gunung yang mengalir jauh dan cepat dengan membawa serta segala sesuatu yang dijumpai diperjalanannya; tak sekejap, sesaat atau sedetik pun ia berhenti mengalir, tetapi ia terus menerus mengalir tak henti-hentinya. Begitu pula brahmana, penghidupan seorang manusia dapat diumpamakan sebagai sebuah sungai di gunung".

"Dunia ini berada dalam proses bergerak terus menerus dan oleh karena itu tidak kekal".

Satu materi lenyap dan ini menciptakan kondisi untuk timbulnya materi yang berikutnya dan begitu seterusnya dalam satu rangkaian sebab dan akibat. Tak terdapat satu bagian pun yang kekal di dalamnya. Tak ada sesuatu di belakangnya yang dapat disebut sebagai satu Atta (Pali) atau Atman (Skrt) yang kekal abadi, satu pribadi atau apa yang disebut sebagai "aku".

Saya kira semua orang setuju, bahwa baik benda, perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran atau kesadaran pada hakekatnya tak dapat disebut sebagai "aku". Tetapi kalau Lima Kelompok Kemelekatan ini, yang keadaannya saling bergantungan, bekerja sama dalam satu kombinasi sebagai satu mesin physio-psychologik, maka kita akan mendapat ide tentang adanya sang "aku" itu.

Tetapi, ini ide palsu, satu bentuk pikiran yang menjadi bagian dari salah satu dari 52 buah bentuk pikiran dari Kelompok Kemelekatan keempat yang baru saja kita bahas, yaitu bentuk pikiran tentang adanya ide dari sang "aku" (sakkaya-ditthi; dari sat = makhluk dan kaya = tubuh).

Lima Kelompok Kemelekatan ini secara keseluruhan, yang secara populer disebut sebagai "makhluk", juga merupakan dukkha (sankharadukkha).

Sebenarnya tak ada "makhluk" atau "aku" lain yang berdiri dibelakang Lima Kelompok Kemelekatan itu yang mengalami penderitaan.

Dalam hubungan ini Buddhagosa pernah berkata ;
"Hanya penderitaan yang ada, namun "tak dapat dijumpai sipenderita; "Perbuatan yang ada, tetapi "tak ada si pembuat." (Vism. (PTS), hal. 513)

Tak ada-lah penggerak yg tak bergerak di belakang pergerakan itu. Yang ada hanya pergerakan itu sendiri. Kuranglah tepat kiranya untuk mengatakan bahwa penghidupan ini bergerak, karena penghidupan itu sendiri merupakan pergerakan. Penghidupan dan pergerakan bukanlah dua hal yang berbeda. Dengan perkataan lain, tak terdapat si pemikir di belakang pikiran. Pikiran itu sendirilah yang juga merupakan si pemikir. Kalau kita menyingkirkan pikiran, maka si pemikir tak akan dapat dijumpai.

Dalam hal ini paham Buddhis bertentangan sama sekali dengan paham kaum Cartesian, yang berbunyi; " cogito ergo sum ", yang berarti " Aku berpikir dan karena itu aku ada "

Sekarang mungkin timbul pertanyaan, apakah penghidupan ada permulaannya? Menurut Buddha Dhamma, awal dari proses penghidupan satu makhluk tak dapat terpikir.

Sang Buddha pernah bersabda:
"0 bhikkhu, roda tumimbal lahir (samsara) tak mempunyai akhir yang dapat dilihat, Sedangkan awal dari penghidupan makhluk-makhluk yang sekarang kelihatan berkeliaran kesana dan kemari, diselubungi oleh ketidaktahuan (avijja), diikat erat-erat oleh belenggu keinginan yang tak habis-habisnya (tanha), tidak dapat diketahui dengan jelas."
(S 11,hal.178/9; III hal.149,151).


Selanjutnya mengenai ketidak-tahuan (avijja), yang merupakan sebab utama dari tumimbal-lahir yang tak habis-habisnya,
Sang Buddha bersabda:"Awal dari avijja tidak dapat diketahui dengan jelas.

Ini harus diartikan bahwa kita tidak dapat menentukan dengan tepat bahwa diluar titik tertentu tidak lagi terdapat avijja.
Dengan demikian, tidaklah mungkin untuk mengatakan bahwa tidak terdapat lagi kehidupan diluar titik tertentu. Inilah secara singkat makna dari Kebenaran Mulia tentang Dukkha.

Sangat penting sekali untuk mengerti Kebenaran Mulia Pertama ini dengan baik, sebab Sang Buddha juga pernah bersabda :

"Ia yang telah melihat dukkha akan dapat melihat pula sumbernya dukkha, dapat melihat pula terhentinya dukkha dan dapat melihat pula jalan yang menuju ke terhentinya dukkha."


Harap jangan disalah artikan, bahwa kehidupan seorang Buddhis itu murung dan penuh kesedihan. Sebaliknya, seorang Buddhis sejati adalah orang yang paling bahagia. Ia tak mempunyai rasa takut atau ketegangan. Ia selalu sabar dan gembira dan ia tak terpengaruh atau merasa kesal oleh adanya suatu perubahan atau bencana karena ia melihat benda-benda menurut kodrat yang sebenarnya atau sewajarnya.

Sang Buddha sendiri tak pernah kelihatan murung atau kesal. Orang yang pernah mengenal Sang Buddha mengatakan bahwa Beliau adalah orang yang selalu tersenyum (mihitapubbangama).
Dalam lukisan atau pahatan Sang Buddha selalu digambarkan dalam keadaan bahagia, tersenyum, puas dan penuh welas asih. Tak sedikit pun penderitaan atau kemasygulan yang dapat terlihat. Kebudayaan dan arsitektur Buddhis dengan vihara-viharanya belum pernah memberi kesan tentang kemurungan atau kesedihan, tetapi selalu memberikan suasana yang tenang, khidmat, mulia dan agung.

Meskipun hidup ini penuh dengan penderitaan, seorang Buddhis seharusnya jangan bersikap murung,atau bersikap marah atau tak sabar terhadapnya. Salah satu sifat buruk, menurut paham Buddhis, adalah Patigha. Patigha dapat diartikan sebagai “ keinginan tidak baik(ill-will) terhadap makhluk hidup, terhadap penderitaan dan terhadap benda-benda yang ada hubungannya dengan penderitaan.

Fungsinya ialah menciptakan dasar bagi satu keadaan yang tidak bahagia dan tingkah laku yang buruk. Oleh karena itu sangatlah salah , bila kita bertindak tidak sabar terhadap penderitaan. Dengan bertindak tidak sabar dan marah-marah kita tidak dapat menyingkirkan penderitaan. Bahkan, ia akan menambah lebih banyak kesulitan lagi, memperbesar dan merangsang keadaan yang memang sudah tidak menyenangkan itu.

Yang perlu kita lakukan bukanlah marah-marah atau tidak sabar, melainkan berusaha untuk mengerti akan seluk- beluk penderitaan itu, bagaimana ia timbul dan bagaimana menyingkirkannya. Selanjutnya,kita harus bekerja untuk mencapai tujuan itu dengan penuh kesabaran, kebijaksanaan, keyakinan dan kemauan keras.

Kita mengenal dua buah kitab suci Buddhis yang berjudul Theragatha dan Therigatha. Kitab-kitab tersebut berisikan ucapan-ucapan penuh kebahagiaan dari siswa-siswa Sang Buddha, baik pria maupun wanita, yang telah berhasil memperoleh ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan dengan melaksanakan ajaran Sang Buddha.

Baginda Raja Kosala pada suatu hari memberitahukan Sang Buddha bahwa berlainan dengan pengikut agama-agama lain yang air mukanya kelihatan liar, beringas, pucat, kurus kering dan tidak bercahaya, maka siswa-siswa Sang Buddha kelihatannya gembira dan bercahaya, penuh dengan kebahagiaan hidup, menikmati hidup suci, indria-indrianya terkekang, bebas dari ketegangan, sabar, tenang dan periang. Raja itu menganggap bahwa keadaan yang sehat ini diperoleh karena para bhikkhu itu benar-benar dapat menyelami dan melaksanakan ajaran Sang Tathagata (Buddha). Buddha Dhamma menentang pikiran yang murung, sedih dan penuh dengan perasaan bersalah, yang dianggap sebagai penghalang untuk menembus kesunyataan dan memperoleh Pecerahan Agung.

Sebaliknya, kegiuran (pitti) termasuk salah satu dari tujuh Bojjhanga yang dengan mutlak harus dikembangkan untuk mencapai Penerangan Agung (Nibbana).